Habered – Sebuah negara bagian di Australia meningkatkan upaya penegakan hukum dengan menambah jumlah polisi untuk menyelidiki serangkaian kejahatan antisemit. Langkah ini diambil setelah sebuah pusat penitipan anak di dekat sinagoge di Sydney dibakar pada Selasa pagi. Selain dibakar, bangunan tersebut juga dirusak dengan grafiti bernada anti-Yahudi. Meskipun bangunan itu mengalami kerusakan parah, tidak ada korban luka yang dilaporkan, menurut keterangan pihak kepolisian.
Insiden pembakaran ini menjadi bagian dari rangkaian serangan yang ditargetkan di Sydney dan Melbourne, dua kota terbesar di Australia. Serangan ini meningkat sejak perang antara Israel dan Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023. Kedua kota ini merupakan tempat tinggal bagi sekitar 85% populasi Yahudi di Australia.
Serangan lain sebelumnya telah menargetkan bangunan dan kendaraan, termasuk sebuah sinagoge di Melbourne yang terbakar pada bulan Desember, menyebabkan satu orang menderita luka bakar. Menanggapi situasi ini, Penjabat Komisaris Polisi New South Wales, Peter Thurtell, mengumumkan bahwa Strike Force Pearl, yang didirikan beberapa bulan lalu untuk menyelidiki kejahatan antisemit di Sydney, akan diperkuat dengan tambahan sumber daya.
Baca juga : Martin Luther King Jr.: Komitmen Bersama Melawan Ketidakadilan
Menurut Thurtell, meskipun kepolisian telah memiliki sumber daya yang signifikan, insiden terbaru menunjukkan pentingnya terus memperkuat upaya untuk mengidentifikasi, menangkap, dan mengadili pelaku kejahatan ini. “Para pelaku kejahatan ini berusaha menghancurkan masyarakat kita. Kami berkomitmen untuk melakukan apa pun demi memastikan mereka ditangkap,” ujarnya kepada media.
Perdana Menteri New South Wales, Chris Minns, juga menegaskan bahwa baik sumber daya negara bagian maupun federal telah dikerahkan untuk menangani kejahatan antisemit ini. Ia menyebutkan bahwa meningkatnya serangan terhadap komunitas Yahudi menjadi perhatian besar bagi pemerintah. “Gelombang serangan ini sangat menyedihkan dan menjadi ancaman bagi komunitas kami,” kata Minns.
Meski demikian, Minns menekankan bahwa beberapa pelaku telah berhasil diadili. Sembilan tersangka telah ditangkap dan didakwa atas tiga insiden antisemit baru-baru ini di Sydney. Semua tersangka saat ini masih berada dalam tahanan. Salah satu tersangka, Tammie Farrugia, 34 tahun, ditangkap di rumahnya di Sydney pada Senin dan menghadiri persidangan pada Selasa dengan sejumlah dakwaan. Farrugia dituduh terlibat dalam serangan pada 11 Desember di Woollahra, sebuah kawasan yang menjadi pusat komunitas Yahudi.
Dalam serangan tersebut, dinding rumah dan kendaraan dirusak dengan grafiti yang tampaknya salah eja, seperti “Bunuh Israiel” dan “Matilah Israiel.” Salah satu kendaraan juga dibakar. Farrugia didakwa sebagai anggota kelompok kriminal bersama setidaknya dua pelaku lain yang hingga kini belum tertangkap. Ia belum mengajukan pembelaan atau permohonan jaminan dan dijadwalkan kembali ke pengadilan pada 5 Februari.
Kepolisian New South Wales juga membentuk Operasi Shelter untuk meningkatkan keamanan masyarakat Yahudi. Operasi ini dimulai setelah konflik antara Israel dan Hamas memicu protes pro-Palestina di Sydney. Thurtell melaporkan bahwa lebih dari 180 orang telah ditangkap dalam Operasi Shelter, dengan 40 di antaranya didakwa atas pelanggaran antisemit.
Menurut data sensus terakhir pada 2021, komunitas Yahudi di Australia berjumlah hampir 117.000 orang, atau sekitar 0,46% dari total populasi 25,4 juta. Pemerintah Australia menyatakan bahwa negara tersebut memiliki jumlah penyintas Holocaust per kapita terbesar kedua di dunia setelah Israel. Fakta ini menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap komunitas Yahudi di tengah meningkatnya serangan antisemit.
Dengan eskalasi kejadian ini, pemerintah dan kepolisian terus berupaya menjaga keamanan masyarakat serta memastikan para pelaku kejahatan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi komunitas Yahudi di Australia.
Simak Juga : Meksiko Bersiap Menghadapi Gelombang Deportasi Massal dari AS