Habered – Hanukkah adalah perayaan cahaya abadi, yang berasal dari kemah suci di padang gurun hingga sinagoga modern. Kenangan saya tentang cahaya ini dimulai dengan Ner Tamid di sinagoge kami. Lampu listrik hias itu tergantung di atas tabut yang menyimpan gulungan Taurat, melambangkan cahaya abadi, sesuai makna istilah Ibrani tersebut. Saya diberitahu bahwa lampu itu tidak boleh padam, namun sebagai anak usia tujuh tahun, saya khawatir. Saya tahu bahwa bola lampu bisa padam, dan saya bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika lampu itu mati, terutama jika hal ini berkaitan dengan Tuhan.
Ketika dewasa, saya memahami lebih dalam tentang simbolisme Ner Tamid. Cahaya ini menggambarkan kandil bercabang tujuh di kemah suci dalam Alkitab. Taurat menggambarkan kemah suci sebagai tempat ibadah yang dapat dipindahkan selama 40 tahun pengembaraan orang Yahudi di padang gurun setelah pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir. Menurut kitab Keluaran dan Imamat, kandil itu harus dinyalakan dari petang hingga pagi menggunakan minyak zaitun murni. Cahaya kandil ini menjadi lambang kehadiran Tuhan di tengah umat Yahudi.
Baca Juga : Konflik Pembangunan Jembatan di Cinere Berujung Vonis Rp 40 Miliar
Dalam sejarah Yahudi selanjutnya, kandil bercabang tujuh menjadi model lampu yang menyala terus-menerus di Bait Suci Pertama dan Kedua di Yerusalem. Bait Suci pertama dibangun pada masa Raja Salomo pada abad ke-10 SM, tetapi dihancurkan oleh tentara Babilonia sekitar 400 tahun kemudian. Bait Suci kedua didirikan sekitar tahun 500 SM dan dihancurkan oleh Romawi pada tahun 70 M. Kandil bercabang tujuh ini melambangkan keabadian hubungan umat Yahudi dengan Tuhan serta kehadiran ilahi yang terus menyertai mereka. Simbolisme ini tetap hidup dalam bentuk Ner Tamid di sinagoga-sinagoga masa kini.
Setiap Hanukkah, saya mengenang kembali kekhawatiran masa kecil saya tentang Ner Tamid yang padam. Perayaan ini memperingati peristiwa pada abad kedua SM ketika Raja Antiokhus IV dari Suriah melarang praktik-praktik Yahudi dan menodai Bait Suci di Yerusalem. Menorah di Bait Suci dipadamkan, melambangkan hilangnya kehadiran Tuhan di tengah umat. Hal ini tentu menjadi pukulan berat bagi orang Yahudi pada masa itu.
Namun, orang-orang Yahudi tidak menyerah. Mereka bangkit melawan pasukan Seleukus yang jauh lebih kuat, dipimpin oleh keluarga Makabe, sekelompok pendeta Yahudi yang saleh. Mereka berhasil merebut kembali Yerusalem dan memulihkan Bait Suci. Dalam tradisi Yahudi, diceritakan bahwa hanya ada sedikit minyak murni yang ditemukan, cukup untuk menyalakan menorah selama satu hari. Namun, secara ajaib, minyak tersebut bertahan selama delapan hari, memberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan minyak tambahan.
Hanukkah mengajarkan tentang harapan dan ketahanan. Di tengah penganiayaan, orang Yahudi memilih untuk bertindak dan bertahan. Simbol utama Hanukkah adalah hanukkiah, kandil bercabang sembilan. Setiap malam, satu lilin dinyalakan, bertambah setiap malam hingga seluruh lilin menyala pada malam kedelapan. Lilin-lilin ini melambangkan keajaiban yang terjadi dan kekuatan harapan.
Dalam kisah Hanukkah, mukjizat minyak sering dikaitkan dengan kuasa penyelamatan Tuhan. Namun, saya juga melihat mukjizat lain, yaitu keberanian dan ketetapan hati manusia. Kaum Makabe memilih untuk melawan segala rintangan, dan mereka yang menemukan sedikit minyak memilih harapan di tengah keputusasaan. Pilihan-pilihan ini menunjukkan bahwa manusia mampu mencapai hal-hal yang tampak mustahil.
Pesan Hanukkah yang abadi adalah tanggung jawab untuk memperjuangkan kebebasan dan keadilan. Dunia yang lebih baik dan lebih sempurna memang merupakan keajaiban yang harus kita perjuangkan. Kini, saya memahami bahwa jika Ner Tamid di sinagoge saya padam, saya tahu apa yang harus dilakukan: menyalakannya kembali. Cahaya itu bukan hanya simbol, tetapi juga pengingat bahwa harapan dan ketekunan adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Simak Juga : Dugaan Korupsi Wali Kota New York Eric Adams: Pengusaha Mengaku Bersalah