Habered – Sejumlah warga yang tinggal di Cinere, Kota Depok, tengah menghadapi vonis membayar ganti rugi sebesar Rp 40 miliar kepada sebuah pengembang perumahan berinisial M. Keputusan ini dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung setelah adanya Konflik Pembangunan terkait rencana pembangunan jembatan yang menghubungkan dua lahan perumahan. Heru, salah satu warga yang menjadi tergugat, menceritakan bahwa permasalahan ini bermula dari rencana pengembang untuk membangun perumahan bernama CGR. Proyek tersebut mencakup lahan yang sebagian berada di wilayah tempat tinggal Heru dan warga lainnya, sedangkan sebagian besar lahan lainnya terletak di wilayah Pangkalan Jati.
Menurut Heru, sekitar 20 persen dari total lahan proyek berada di wilayah RW mereka, sementara sisanya yang mencapai 80 persen berada di Pangkalan Jati. Ia menjelaskan bahwa warga setempat sebenarnya tidak menolak proyek pembangunan perumahan tersebut. Namun, warga menolak rencana pengembang untuk menghubungkan kedua lahan tersebut dengan jembatan. Heru mengatakan bahwa jalan di kompleks mereka selama ini dikelola secara mandiri oleh warga sejak awal pembangunannya. Oleh sebab itu, warga khawatir jika akses jalan tersebut dibuka untuk umum, maka akan mengganggu ketenangan dan kenyamanan mereka.
Baca Juga : Mengurai Konflik Palestina: Ahli Tegaskan Agama Bukan Akar Masalah
Heru menegaskan bahwa warga tidak keberatan dengan pembangunan perumahan asalkan pengembang tidak memaksakan pembangunan jembatan yang menghubungkan kedua lahan. Namun, upaya negosiasi yang dilakukan sejak awal tahun 2023 antara warga dan pihak pengembang tidak membuahkan hasil. Pengembang tetap bersikeras untuk melanjutkan rencana pembangunan jembatan demi menghubungkan lahan di Cinere dan Pangkalan Jati. Sikap pengembang tersebut kemudian memicu gugatan hukum terhadap Heru, sembilan warga lainnya, serta Badan Keuangan Daerah (BKD) Depok di Pengadilan Negeri Depok.
Dalam gugatan tersebut, pengembang menuduh para Ketua RT dan RW telah melakukan tindakan melawan hukum dengan menghambat rencana pembangunan perumahan. Namun, pada 15 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Depok memutuskan untuk menolak gugatan tersebut. Dalam putusannya, pengadilan justru menghukum pengembang untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3.251.000. Keputusan ini menjadi angin segar bagi warga yang merasa keberatan dengan rencana pembangunan jembatan.
Sayangnya, pengembang tidak menyerah dan memilih untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung. Pada 5 Desember 2024, putusan banding justru membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Depok. Pengadilan Tinggi Bandung memutuskan bahwa para tergugat, termasuk Heru dan warga lainnya, harus membayar ganti rugi sebesar Rp 40.849.382.721,50 kepada pengembang. Putusan tersebut didasarkan pada klaim pengembang yang menyatakan bahwa mereka telah mengalami kerugian finansial akibat penundaan proyek. Menurut pengembang, sekitar 75 persen dari 100 unit rumah yang direncanakan telah terjual, namun pembangunan proyek terhambat karena perselisihan dengan warga.
Heru dan warga lainnya merasa keberatan dengan keputusan ini. Mereka berpendapat bahwa pihak pengembang tidak mengindahkan keberatan warga sejak awal dan memaksakan rencana yang dapat merugikan masyarakat setempat. Konflik yang melibatkan warga dengan pengembang ini mencerminkan persoalan yang lebih besar terkait keseimbangan antara pembangunan dan hak masyarakat lokal.
Sementara itu, warga berharap agar putusan ini dapat ditinjau ulang melalui jalur hukum yang lebih tinggi. Mereka berencana untuk melakukan upaya hukum lanjutan agar dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah dalam kasus ini. Heru menegaskan bahwa tujuan warga bukan untuk menghambat pembangunan, melainkan untuk menjaga hak dan kenyamanan lingkungan tempat tinggal mereka.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan nilai ganti rugi yang sangat besar dan potensi dampaknya terhadap kehidupan warga setempat. Selain itu, polemik ini juga menyoroti pentingnya dialog antara pengembang dan masyarakat dalam setiap proyek pembangunan. Kompromi yang adil dan menghormati hak semua pihak sangat diperlukan agar konflik seperti ini tidak berulang di masa mendatang.
Simak Juga : Tersangka Pembunuhan CEO UnitedHealth Hadapi Dakwaan Terorisme