Habered – Mike Johnson, Ketua DPR baru yang terpilih kembali, menjadi sorotan setelah menyampaikan doa yang dikaitkannya dengan Thomas Jefferson dalam pidato resminya. Johnson mengklaim bahwa presiden ketiga AS itu membaca doa tersebut setiap hari. Namun, klaim ini segera dibantah oleh berbagai pihak, termasuk Yayasan Thomas Jefferson yang mengelola rumah bersejarah Jefferson di Monticello, Virginia.
Menurut situs web Monticello, “Doa Perdamaian Nasional” yang dibacakan Johnson bukanlah doa yang diketahui pernah ditulis atau disampaikan oleh Jefferson, baik secara pribadi maupun publik. Peneliti menyatakan doa itu pertama kali muncul dalam Buku Doa Umum Amerika Serikat tahun 1928 dan diajukan untuk dimasukkan dalam laporan pada tahun 1919. Situs tersebut menyebut klaim bahwa doa itu berasal dari Jefferson sebagai kutipan palsu.
Baca Juga : Kardinal McElroy Diangkat Sebagai Uskup Agung Washington oleh Paus Fransiskus
Kesalahan atribusi ini memicu reaksi keras, termasuk dari Anggota DPR Demokrat Jared Huffman dari California. Huffman, salah satu pendiri Congressional Freethought Caucus, mengkritik Johnson melalui media sosial dan menyebut klaim tersebut tidak benar. Dalam wawancara, Huffman mengungkapkan bahwa beberapa anggota Kongres lain juga merasa frustrasi dengan kesalahan tersebut. Dia menyebut insiden itu sebagai bagian dari upaya sistematis untuk menulis ulang sejarah demi mendukung agenda politik tertentu.
Johnson menyampaikan bahwa ia membaca doa tersebut dalam sebuah kebaktian lintas agama sebelum pidatonya. Dalam pidatonya, ia merujuk pada buletin acara sebagai dasar klaim bahwa Jefferson membaca doa tersebut setiap hari. Namun, ketika diminta komentar lebih lanjut, kantor Johnson tidak memberikan tanggapan.
Seth Cotlar, seorang profesor sejarah Amerika di Universitas Willamette, menjelaskan sejarah atribusi doa ini yang telah lama salah dikaitkan dengan Jefferson. Menurut Cotlar, pada pertengahan abad ke-20, doa tersebut menjadi populer di kalangan konservatif dan bahkan diterbitkan dalam publikasi nasionalis kulit putih. Hal ini menunjukkan bagaimana kutipan palsu dapat menyebar seperti permainan telepon historis yang panjang.
Huffman menyebut insiden ini sebagai contoh bagaimana kelompok nasionalis Kristen sering memanipulasi sejarah untuk mendukung agenda politik mereka, termasuk melembagakan agama Kristen sebagai kekuatan dominan di AS. Ia menegaskan bahwa klaim palsu seperti ini adalah bagian dari serangan terhadap pemisahan gereja dan negara.
Demokrat lainnya, Jamie Raskin dari Maryland, juga memberikan tanggapan. Raskin, yang sebelumnya mengajar hukum tata negara, menilai bahwa klaim Johnson kemungkinan tidak disengaja tetapi tetap merupakan hasil dari upaya yang lebih besar untuk menghubungkan keyakinan agama konservatif modern dengan para Bapak Pendiri. Raskin menekankan bahwa Jefferson adalah pendukung kuat Pencerahan dan pemisahan gereja serta negara, seperti yang tercermin dalam suratnya kepada Danbury Baptist pada tahun 1802.
Sementara itu, Pendeta DPR Margaret Kibben, yang menyusun buletin kebaktian tersebut, mengaku bertanggung jawab atas deskripsi doa itu. Dalam emailnya, Kibben menyatakan bahwa teks buletin menggunakan kata “dikatakan” untuk memberikan ruang keraguan. Namun, ia juga mengakui adanya pertanyaan tentang asal usul doa tersebut. Kibben, seorang pensiunan laksamana muda Angkatan Laut AS, memiliki sejarah pelayanan pastoral di DPR, termasuk selama kerusuhan Capitol pada 6 Januari 2021.
Meskipun ada kontroversi, Johnson dan Kibben tampaknya tetap menjaga hubungan kerja yang baik. Sebelum pidato kemenangannya, Johnson terlihat berbincang dengan Kibben. Hubungan profesional mereka mencerminkan bagaimana Kibben menjalin komunikasi lintas partai dalam menjalankan tugasnya sebagai pendeta DPR.
Insiden ini menyoroti bagaimana kutipan atau atribusi sejarah yang salah dapat memiliki dampak besar dalam konteks politik. Selain itu, kasus ini menegaskan pentingnya verifikasi fakta dalam menyampaikan pernyataan, terutama dalam forum resmi. Kesalahan ini tidak hanya memengaruhi kredibilitas pembicara tetapi juga membuka diskusi lebih luas tentang penggunaan sejarah dalam politik modern.
Simak Juga : Pasar Tenaga Kerja AS 2024: Perekrutan Lesu dan PHK Meningkat