Koteka, Jejak Budaya Lelaki Papua yang Masih Terjaga
Habered – Koteka adalah penutup alat kelamin pria yang digunakan beberapa suku di wilayah pegunungan Papua, terutama oleh suku Dani, Lani, dan Yali. Terbuat dari buah labu air (Lagenaria siceraria) yang dikeringkan dan dibentuk memanjang, bukan hanya sekadar penutup tubuh, melainkan simbol identitas budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Penggunaannya bukan karena keterbatasan atau ketertinggalan, melainkan bagian dari nilai adat dan penghormatan terhadap tradisi leluhur. Koteka biasanya dipakai dalam kegiatan sehari-hari maupun upacara adat, dengan bentuk dan ukuran yang bisa mencerminkan status sosial atau peran seseorang dalam komunitas.
“Simak Juga: Perayaan Hari Paskah, Simbol Kebangkitan dan Harapan”
Pembuatan dimulai dari menanam labu khusus yang bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan. Setelah labu dipetik, isinya dikeluarkan lalu dijemur hingga kering. Proses ini bisa memakan waktu beberapa hari hingga minggu, tergantung cuaca dan ukuran labu. Setelah kering dan keras, bagian ujung koteka dilubangi agar bisa dipakai dan disesuaikan dengan tubuh pemakainya. Beberapa koteka bahkan dihias atau diberi ukiran sederhana, sebagai bentuk ekspresi seni atau penanda identitas suku.
Dalam masyarakat suku pedalaman Papua, alat penutup kelamin pria ini tidak dianggap sebagai hal yang aneh atau memalukan. Justru, pakaian ini menjadi bagian dari norma dan kesopanan. Ketika seseorang tidak mengenakannya dalam lingkungan adat, hal itu bisa dianggap tidak sopan atau melanggar adat.
Koteka juga punya nilai simbolik. Ukuran dan bentuknya bisa menandakan status seseorang, misalnya kepala suku atau tokoh masyarakat biasanya memakai yang lebih besar dan dihiasi lebih rumit.
Seiring perkembangan zaman dan arus modernisasi, penggunaannya mulai menurun. Pemerintah Indonesia sempat menggalakkan program “pakaian layak pakai” bagi masyarakat pedalaman Papua, yang bertujuan mengurangi penggunaan koteka. Namun banyak yang menilai pendekatan tersebut kurang memperhatikan makna kultural dari koteka itu sendiri.
Saat ini, koteka lebih sering digunakan saat upacara adat, festival budaya, atau sebagai bagian dari atraksi wisata. Meski begitu, alat penutup ini tetap menjadi simbol penting dari kearifan lokal dan keberagaman budaya Indonesia yang patut dilestarikan.
“Baca Juga: Lingkungan Lembab Pemicu TBC, Benarkah?”
This website uses cookies.