Habered – Andrew Bauman, putra seorang pendeta dari Southern Baptist Convention, tumbuh besar dalam lingkungan religius yang kuat. Setelah mempelajari agama di perguruan tinggi dan menjadi pendeta, ia menghadapi pergulatan pribadi dengan kecanduan pornografi. Hal ini membuatnya merenungkan keyakinannya, terutama dalam kaitannya dengan teologi seksis yang menurutnya merendahkan perempuan.
Bauman menyadari bahwa penggunaan pornografi dan teologi misoginis saling berhubungan. Kesadaran ini mendorongnya meninggalkan pelayanan pastoral dan beralih menjadi konselor kesehatan mental berlisensi. Ia memperdalam pemahamannya tentang agama hingga keyakinannya mencerminkan nilai-nilai yang ia yakini sesuai dengan ajaran Yesus.
Ia menyoroti bagaimana Yesus memperlakukan perempuan secara adil dan berani melawan budaya patriarki. Perspektif ini memperkuat imannya dan mendorongnya untuk memimpin Christian Counseling Center bersama istrinya, Christy Bauman. Lembaga ini berfokus pada kesehatan seksual dan penyembuhan trauma.
Baca Juga : Penanganan Kasus Antisemitisme di Perguruan Tinggi: Penyelesaian dan Tantangan
Dalam bukunya yang berjudul Safe Church: How to Guard Against Sexism and Abuse in Christian Communities, Bauman mengajak komunitas Kristen untuk mengakui adanya masalah seksisme dan pelecehan dalam lingkungan gereja. Ia menekankan pentingnya mendengarkan perempuan dan mengambil langkah konkret untuk menciptakan gereja yang lebih aman.
Bauman membagikan pengalaman pribadinya tentang bagaimana keluarganya dihancurkan oleh perselingkuhan sang ayah, yang juga seorang pendeta. Peristiwa ini memberikan pemahaman mendalam tentang dampak trauma spiritual terhadap perempuan, khususnya ibunya.
Dalam penelitiannya, Bauman mensurvei 2.800 perempuan dan melakukan wawancara mendalam mengenai pengalaman mereka terkait pelecehan di gereja Protestan. Hasilnya mencengangkan: 82% perempuan percaya seksisme ada di gereja mereka, dan 35% mengaku mengalami pelecehan seksual atau situasi terkait. Selain itu, 78% merasa kesempatan mereka dalam pelayanan terbatas karena gender.
Bauman berpendapat bahwa ketergantungan gereja pada kepemimpinan laki-laki lebih didasari emosi daripada teologi. Ia mengkritik penafsiran Alkitab yang keliru, seperti perintah agar perempuan diam dan tunduk. Menurutnya, banyak pria kurang memahami keintiman emosional karena sosialisasi maskulinitas yang salah, yang sering diperparah oleh kecanduan pornografi.
Mengenai daya tarik figur seperti Andrew Tate, Bauman melihat adanya kebutuhan untuk kekuatan semu di kalangan laki-laki muda. Ketertarikan pada tokoh totaliter sering kali muncul dari keinginan menutupi luka emosional. Ia menilai gereja berkontribusi pada masalah ini dengan mengajarkan teologi yang menindas perempuan.
Bauman juga mengakui bahwa gereja progresif tidak kebal terhadap seksisme dan pelecehan. Ia mencatat bahwa kebijakan progresif seperti menolak budaya kesucian atau menahbiskan perempuan belum sepenuhnya menyelesaikan masalah ini. Menurutnya, gereja perlu mengatasi akar permasalahan, bukan sekadar memperbaiki gejalanya.
Terkait pengampunan, Bauman mengkritik bagaimana hal ini sering disalahgunakan untuk menekan korban agar memaafkan pelaku tanpa adanya pertobatan nyata. Ia menekankan bahwa tindakan, bukan kata-kata, adalah bukti penyesalan sejati. Gereja harus berfokus pada mendukung korban, bukan hanya menjaga reputasi institusi.
Saat membahas tantangan sumber daya yang terbatas, Bauman percaya bahwa menciptakan rasa aman di gereja akan menarik lebih banyak dukungan. Ia melihat tingginya jumlah orang meninggalkan gereja sebagai tanda bahwa percakapan tentang perlindungan dan keamanan sangat dibutuhkan.
Bauman mengakui bahwa gereja tidak akan pernah sepenuhnya aman karena terdiri dari manusia yang tidak sempurna. Namun, ia percaya gereja dapat mengambil langkah-langkah konkret, seperti pelatihan pencegahan pelecehan, kebijakan pelaporan yang jelas, dan dialog terbuka. Dengan langkah-langkah ini, gereja dapat menjadi tempat yang lebih aman dan inklusif bagi semua.
Simak Juga : Mahkamah Agung AS Tegaskan Larangan TikTok demi Keamanan Nasional